Cerpen Jasmine Lanuaba
Perempuan kecil itu selalu muncul di Pura desa, wajahnya seperti api mengkilap. Senyumnya selalu menyebar dan membuat orang-orang yang melihatnya selalu ingin mencubit pipinya yang putih seperti keju.
"Aku ingin menari, bisakah kau menabuh untukku?" perempuan kecil itu selalu ditemani tiga orang anak lelaki yang diam-diam menganguminya.Bahkan tanpa perempuan kecil itu, mereka merasa seluruh waktu mereka tak akan pernah memiliki nilai.
Perempuan kecil itu sangat piawai menari. tubuhnya seperti sebongkah api, yng siap membakar orang-orang sekelilingnya. Tariannya patah-patah, dia tidak memiliki guru tari. Jadi dialah guru sekaligus penarinya.
"Kau mau menari tari oleg?"
"Ya."
"Kenapa geraknya seperti tari panyembrama?"
"Aku ingin menggabungkan semua tari jadi satu." Perempuan kecil itu tertawa. Tiga lelaki kecil yang mengiringi perempuan kecil itu tak kuasa menolak. Mereka pun menabuh dengan cara aneh. Perempuan kecil itu terus menari...
"Aku menyukai matanya yang bulat," sahut anak lelaki berambut lurus. Usianya sepuluh tahun.Namanya Made. Lelaki kecil itu seorang anak pengempon Pura yang sangat sakti. Ibunya bisa mengobati beragam penyakit mistik, dan bisa membaca masa depan.
"Aku menyukai kakinya, begitu runcing, mirip kaki Nicole Kidman...," sahut lelaki dua belas tahun, tubuhnya paling tinggi diantara semua anak lelaki, mungkin karena usianya paling tua diantara anak-anak yang lain.Namanya Nyoman, ayahnya seorang petinggi polisi di Denpasar.
"Apa yang kau suka dari Bunga,Gus Putu?" tanya anak-anak itu pada lelaki sembilan tahun, yang memiliki wajah sangat tampan, tubuhnya gagah, orang-orang senang memandang wajahnya yang terlihat sangat berkarakter Bali. Kulitnya hitam legam, matanya selalu bersinar tajam setiap menatap orang yang memandangnya.Konon di dalam roh itu bersemayam dua orang, roh lelaki dan perempuan sakti yang menguasai Jagat Bali, mereka sepasang kekasih yang tidak pernah menikah.
"Hai kenapa kau diam?"tanya Nyoman
" Aku tak bisa menilai anak perempuan."
"Dasar tolol kamu Gus Putu. Tidak cantikkah Bunga menurutmu?"
"Cantik."
"Lalu...."
"Maksud Made?"
"Cantik itu kan ada alasannya. Misalnya, rambutnya yang indah, matanya yang bulat, kulitnya yang putih. Atau seluruh yang dimiliki Bunga memikatmu!"
"Hust!" Gus Putu berkata sambil mendelik.
Pikiran bocah sembilan tahun itu terus berkerut.Ada yang terasa sangat mengganggunya.
Dia sangat heran, kenapa orang-orang sering memandang Bunga dengan tatapan yang aneh? Adakah keistimewaannya yang luar biasa? Gus Putu jadi ingat kata-kata yang diucapkan orang tua Made.
"Made sini! Sudah Meme katakan berkali-kali, kau jangan bergaul dengan anak pelacur itu! Anak tidak jelas Bapaknya! Kau bisa tertular kesialan yang dibawa sejak kelahirannya. Percalah pada Meme, Made. Kau jangan sering-sering bertemu dengan perempuan kecil itu?!" suara Ibunya Made masih tertanam di otaknya Gus Putu. Mungkinkah seorang anak perempuan seperti Bunga bisa menularkan kesialan? Memang orang-orang sering bercerita, Ibu Bunga seorang pelacur di komplek dekat lingkungan rumah mereka.
Tak ada seorang pun tahu, diantara puluhan perempuan-perempuan yang datang dan pergi dari komplek itu ibu Bunga. Karena petugas sering mengobrak-abrik tempat itu, anehnya besoknya tempat itu berjalan seperti biasa lagi. Konon, kata orang-orang kampung, komplek itu adalah komplek pelacuran tertua di Bali. Pemiliknya Made Kocol, lelaki yang tidak jelas umurnya, dia memang terlihat tua tapi tubuhnya tetap gagah. Kata orang-orang juga dia sudah menikah sepuluh kali, istrinya semua mati tua. Anak dan cucunya banyak. Bahkan dia mungkin tidak mengenalnya.Atau mungkin saja tanpa sadar dia menikahi keturunannya sendiri, darahnya sendiri. Konon itulah yang membuatnya tetap muda. Ada yang mengatakan umurnya sudah di atas seratus!
Diantara perempuan-perempuan menor yang datang dan pergi itu yang mana ibu Bunga? Bunga pun tidak pernah mau bercerita siapa ibunya, apakah perempuan tujuh tahun itu tahu? Atau dia memang tidak tahu? Tak ada orang bisa mengorek keterangan dari si gadis kecil yang cantik itu.Dia pendiam, dan terlihat selalu ceria, tak ada beban berat terlihat dari matanya. Mata itu tetap cemerlang, dia pun tidak peduli, kalau ada anak-anak perempuan yang iri pada kecantikannya sering mengejeknya.
"Untuk apa lahir cantik,kalau tidak punya Bapak. Mana hidup di daerah mesum. Otaknya isinya pasti mesum saja...." Bunga tetap tidak peduli, seolah dia kehilangan telinganya. Dan dia bahagia bisa berteman dengan Gus Putu, Made dan Nyoman. Tiga lelaki yang sering menabuh untuknya. Bunga pun akan menari.Sampai matahari jatuh, dan bunga-bunga kamboja di Pura tidak lagi berjatuhan.
Gus Putu juga sering dimaki ibunya. Kata ibunya perempuan kecil itu bisa merusak hidupnya. Gus Putu tidak habis pikir merusak apa?
Yang sering membuat Gus Putu gelisah adalah kekaguman Made dan Nyoman yang berlebihan pada Bunga.
"Kelak, kalau aku dewasa, aku yang akan mengawini Bunga."
"Aku yang lebih dulu mengawininya!" Made protes
"Aku!" Nyoman mendelik! Hampir saja mereka saling melempar alat-alat tabuh. Gus Putu mendelik.
"Kalian masih kecil, SD saja belum tamat!" Gus Putu menatap Bunga, Bunga masih tetap menari di bawah guguran bunga-bunga kamboja. Mereka bertiga terdiam, melihat perempuan kecil itu masih menari, sementara mereka bertengkar. Mata gadis kecil itu terpejam. Ketiga lelaki itu terdiam, melihat gerak gemulai gadis kecil itu. Roh para dewatakah telah turun?
Dan menanam taksunya di tubuh perempuan kecil itu?
***
Pagi-pagi ibunya Gus Putu ribut.Sampai setangkup roti baka isi sosis tidak bisa ditelan lelaki kecil itu. Tetapi dia berusaha memasukkan keratan roti itu pelan-pelan, roti itu terasa seperti potongan besi yang turun ke tenggorokannya.
"Perempuan sial itu memang lebih baik mati! Anakku terus-terusan bergaul dengannya, bisa Aji bayangkan kalau mereka terus berdekatan seperti itu. Apa Aji mau punya menantu dengan keturunan tidak jelas!" Ibunya berkata pada ayahnya yang sibuk mengaduk juice buah. Lelaki itu terdiam.
"Kita ini keluarga terhormat! Aji saja punya jabatan Bupati, target kita lima tahun lagi karier Aji makin mulus. Siapa tahu bisa jadi Gubernur, atau Menteri." Perempuan itu terus bicara, satu demi satu lumatan roti Gus Putu meluncur dengan kasar, dia tersedak sampai matanya mengeluarkan air.
Bunga mati! Mayatnya ditemukan orang-orang terapung di sungai! Tubuhnya penuh bekas siksaan. Mulutnya disumbal celana dalam miliknya, tangangnya patah, karena dipaksa ditekuk ke belakang dan diikat color celana pendek lelaki dewasa. Dan yang lebih mengerikan bagian bawah gadis kecil itu robek, dan terus mengeluarkan darah. Setan dari mana telah merenggut perempuan itu?
"Aji tahu, perempuan sial itu diperkosa ramai-ramai. Vaginanya robek, dan terus mengeluarkan darah. Tubuhnya penuh gigitan, dia memang terkutuk. Makanya mati pun dia tetap terkutuk!" Perempuan itu mengerang penuh dendam.
Lelaki kecil itu terus tersedak, ibu dan ayahnya bingung. Mereka sibuk menelpon dokter, menyuruh sopir dan pembantu mengambil ini-itu. Lelaki kecil itu terus terbatuk, sambil menangis diam-diam. Air matanya terus mengalir, rasa sedih yang dalam mengupas seluruh tubuhnya.
Perempuan kecil yang sering dicurikan sosis, ham sapi, roti dan buah-buahan yang jumlahnya begitu banyak di rumahnya. Lelaki kecil itu masih ingat dengan jelas ekpresi Bunga ketika menelan sosis, dan makanan yang menurutnya teramat mewah. Perempuan kecil itu menggigitnya pelan-pelan, matanya terpejam, dalam hitungan menit ludes 3 tumpuk roti isi sosis dan keju. Lalu dia menyentuh buah-buahan yang dibawa lelaki kecil itu, menciumnya, mengelusnya dengan jemarinya yang kecil.
"Harum sekali, pasti rasanya enak. Apa setumpuk buah-buahan ini juga untukku?" tanyanya sambil mencium segerombolan anggur hijau, mengusapnya, dan meletakkan dipipinya. Mata perempuan kecil itu berbinar, lalu dengan cekatan tangannya yang mungil memeluk Gus Putu, dan mencium pipinya. matanya berkaca-kaca.
"Ada buah seindah ini, pasti rasanya nikmat?"
"Cobalah?"Lelaki kecil itu berkata terbata-bata. Tiba-tiba saja dia merasa tubuhnya disiram air panas, juga menggigil. Rasa apa ini? Musim apa yang berkecamuk dalam tubuhnya?
Perempuan kecil itu tersenyum, dengan ringan menjatuhkan tubuhnya di rumput, lalu mengunyah sebuah anggur hijau. Matanya yang berkaca-kaca berubah penuh kegembiraan.
Aneh sekali, Bunga begitu mudah berubah? Baru satu menit menangis sudah senang lagi? Luar biasa mahluk satu ini, apa karena dia berwujud perempuan?
Gus Putu muntah! Seluruh makanan yang masuk ke perutnya keluar. Orang-orang panik, dokter belum juga datang.
Hyang Jagat! Bunga mati! Dia diperkosa 3 lelaki,apa isi otak lelaki-lelaki itu? Apakah benar yang memperkosa Bunga mahluk lelaki? Apakah di bumi ini ada lelaki yang jahatnya melebihi setan?Bukankah Gus Putu juga lelaki? Apa yang salah pada tubuh lelaki sehingga tega memperkosa perempuan kecil tujuh tahun? Bagaimana rasanya menikmati tubuh perempuan tujuh tahun? Bahagiakah mereka setelah memakan tubuh kecil itu?
Dulu, Gus Putu tidak pernah mau mendengarkan berita kriminal di TV. Aneh rasanya melihat potongan-potongan tubuh diumbar. Penjahat ditembak di depan mata. Bahkan ibunya bisa menikmati beragam adegan kekerasan, bau mayat, dan darah di TV sambil menelan semangkuk sop.
Sejak kematian Bunga, Gus Putu selalu asik menonton acara kekerasan itu.Biar bisa dibayangkan seperti apa lagak para setan itu. Kenapa mesti lelaki yang melakukannya? Dia juga mendengan hukuman yang diberikan hanya 5 tahun. Gila! Belum lagi ada potongan di penjara, bisa jadi lelaki-lelaki itu hanya meringkuk 2 tahun atau 3 tahun. Lalu setelah itu apa Bunga akan kembali datang?
TV diganti chanelnya, perempuan-perempuan berdemo. Gus Putu meringsut, tak ada perempuan yang berdemo untuk membuat keputusan: hukum mati para pemerkosa anak-anak! ***
Dimuat di Bali Post